Titik Terendah

Memulihkan
1 min readSep 25, 2020

--

Akhir-akhir ini aku banyak mengeluh, tapi sebentar lagi akan tidak. Aku hanya perlu menerima bahwa harapan-harapan banyak tak tergapai. Alasannya sangat panjang, spesifik, dan biasa. Capitalocene, begitulah.

Akhir-akhir ini aku juga amat kesepian. Kesepian yang amat sangat. Tidak ada uang, tidak ada teman. Bicara seadanya, hidup seperti tanpa nyawa. Padahal setiap hari barangkali kita bisa mendadak mati karena Hypoxia.

Aku menuju warung kopi, tapi seperti melayang-layang di udara ketika berkendara. Memikirkan hal-hal lalu yang pernah aku lalui dengan melintasi jalanan yang sama itu. Aku sedih, tidak jarang menangis. Tak jarang bicara pada diri sendiri. Oh, aku ini. Kasian sekali.

Aku kemudian sampai, setelah mampir ke minimarket. Membeli yang tak aku hendaki. Tanpa kesadaran penuh, membayar, menyesal. Entah. Apa aku masih hidup? Bicara panjang lebar ketika sudah sampai, menghisap rokok, kadang tertawa, menatap jumawa manusia-manusia. Kadang, cintaku. Tapi ingat harapan akhir-akhir ini memang sudah lenyap. Aku tinggal seonggok Asri. Jenis apakah aku?

Aku harus apa? Melakukan apa? Tidak ada?

Aku sakit, tapi tak pernah tahu bahwa tengah mengalaminya.

Titik terendah ini akan aku kenang entah sebagai apa. Selamat tidur, aku benar-benar kesepian.

--

--

Memulihkan
Memulihkan

Written by Memulihkan

0 Followers

Kisah sehari-sehariku. Mengenang hari-hari baik dan buruk sepanjang hidup.

No responses yet