Kembali Belajar
Ditulis 14 November 2021, Setahun Lalu
Seperti burung-burung yang kembali ke sarang, tetapi ternyata hanya tersisa ranting, tanpa sangkar, dan tanpa daun. Kadang-kadang hidupku juga serumit itu, tapi selalu ada waktu kembali untuk apa? Iya, belajar. Obat segala duka dalam hidupku adalah belajar. Padahal bagi beberapa orang belajar itu membosankan, menyulitkan, hingga urung untuk menyempatkan. Tapi bagiku, tanpa belajar artinya tidak hidup.
Belajar seperti pengalaman yang sudah-sudah setidaknya ada dua. Belajar dari para guru dengan mendengarkan, menyimak, dan membaca, juga belajar dari merasakan sendiri. Untuk jenis yang kedua; merasakan sendiri, itu ternyata yang aku sebut sebagai “yang material”, yang sampai detik ini masih aku pelajari. Suatu saat mungkin akan bertambah lagi, lebih dari itu, karena belajar memang sepanjang hayat. Untuk sebutan yang kedua itu juga sejauh ini aku mengenal diriku, ya sebagai yang konstruktivis dan materialist. Merujuk saja, ya biar lebih jelasnya pada beberapa pemikir, Engels misalkan.
Berkat kedua pembelajaran itu sudah banyak buku, artikel, guru, dan lain sebagainya yang bersinggungan denganku. Senang tidak? Ya, ada senang dan susah. Kadang-kadang belajar menghadiahkanku pujian dan eksistensi, karena rajin belajar aku dianggap manusia di dusun, kalau dulu-dulu orang mungkin menghinaku, tapi berkat belajar dan hasil belajarku mereka baru sadar “ya kalau berprestasi tidak buruk juga ya ternyata si miskin”. Huakaka kurang lebih begitu.
Begitulah belajar sebetulnya membuatku hidup dan dari hasil belajar itu juga menghidupiku.
Belajar juga membuatku ke mana-mana, bisa mengunjungi orang-orang yang digusur di dekat bandara baru. Mengunjungi orang yang tidak mau menjual lahannya ke perusahaan demi anak cucunya nanti padahal semua lahan di sampingnya terancam ditambang pabrik semen. Pergi ke tempat seorang ibu yang membuat gula aren di mana suatu saat rumahnya mungkin akan digusur pula untuk pertambangan.
Belajar kadang-kadang membuat tahu, kemudian pilu karena tidak kuasa untuk melakukan apa-apa. Itu mengapa, tidak sedikit kecewa jika ada orang-orang yang mengatasnamakan segala realitas itu sebagai sekadar identitasnya saja, untuk ke sana ke mari tanpa tujuan dan ide yang jelas. Belajar dengan demikian kadang-kadang juga bikin marah, lelah, misuh, dan sebagainya. Tapi dengan belajar aku bisa ke mana-mana, kalau bertemu orang pertama kali setidaknya aku bisa bercerita dengan mereka pengalamanku. Mungkin pengalaman seperti kapan pertama kali aku ke warnet dan suka ke warnet, apa merk ponsel pertamaku, dan aku juga akan banyak bertanya apa sih warna kesukaanmu? Suatu hal yang orang jarang tanyakan saat pertama kali bertemu.
Sudah dulu, ya, ini hanya tumpahan dan beberapa ingatan yang berjubel di kepala. Keinginanku di bulan depan sebetulnya aku ingin jalan-jalan. Sendirian. Dengan kereta, jauh, dan mungkin itu juga pengalaman pertamaku untuk pergi sendirian begitu. Dalam otakku bejubel banyak pikiran dan kisah-kisah, tapi langkahku masih belum jauh, maka ayo! Mencoba pergi ke kota orang dengan kereta paling awal. Hahahaha.