Suatu Waktu Kita akan Berpisah, Dipisah, Terpisah
Jadi sudah paham kenapa hidup ini berat, karena harus berpisah tanpa pernah bersepakat dengan itu, yang bersepakat aja masih menyakitkan…
Makanan favorit Tika adalah mi ayam, itu sama seperti Sayekti yang menyicip berbagai jenis mi ayam di Jogja. Aku pernah juga makan mi ayam bersama mereka. Bersama Tika, beberapa warung mi ayam di Jalan Monjali kami sambangi. Sementara bersama ia yang kupanggil ‘Say’ itu, kami pernah makan mi ayam yang warungnya bertengger dua AC di atas kursi dan meja makan, ya, warung sederhana dengan triplek sana sini, namun di dalamnya ada dua AC besar-besar, jendela terbuka lebar, kami hanya heran dan tertawa. Mungkin itu pengganti kipas angin. Selain perjalanan bersama teman dan mi ayam, satu kawan lagi yang gemar makan mi ayam tapi dengan teman-teman yang lain adalah, Isna. Bersama ia aku bukan makan mi ayam, sih, tapi ramen. Kami pernah saling membelikan. Selain bersama Isna, pengalaman makan ramen biasanya aku juga ditemani sahabatku yang amat kaya, Shantika. Curhatan menggunung jika makan bersamanya. Selain itu, pernah satu, dua kali bersama Nisa dan Dona. Jika Nisa aku lupa bercerita apa, tapi kala itu amat sangat sedih, kalau dengan Dona bicara tentang reality show Korea.
Topik Korea milik banyak kawan, di SMA aku mengenal betul Allen dan Putri, sepanjang pelajaran berani saja main laptop, sambung Wi-Fi, fangirling, mungkin mereka yang buatku ingat lagi masa-masa SMP ketika nonton drama korea di indosiar sepulang sekolah. Allen aku ingat betul suka Sehun, rambutnya sudah imitatif sekali macam eonni-eonni Korea, Putri penggemar Luhan, dan Putri-lah yang pertama kali menunjukkan video EXO, “Sri, pilih yang mana?”. Tak salah aku memilih Do Kyungsoo, berbakat, pintar, dan baik hati, pendiam kadang-kadang. Kesukaanku sama dengan satu kawanku laki-laki, yang akhirnya mengakui bahwa ia memiliki orientasi seksual dengan sesama jenis, sungguh lucu dan nyambung ketika kita bicara tentang idola kami itu. Kata kawanku satu ini aku cocok jadi psikolog. Haha. Sering sekali, jika tugas kelompok, khususnya saat di kelas XI S1, mesti kami bareng, dua manusia cukup vokal di kelas dan sangat dikenal guru bahasa Indonesia.
Jika bicara guru bahasa Indonesia, aku masih ingat betul juga Bu Siti Handayani di SMP, yang menyuruhku bercerita tentang helat sepak bola yang barusan murid-murid tonton, pasca nonton kami melanjutkan pelajaran, aku yang gemar sekali sepak bola sampai-sampai terkenal se-SMP, sering ngomongin bola bareng teman kelas lain, dan guru-guru juga, jadi aku bercerita tentang kemenangan sekolahku dalam pertandingan. Aku bilang soal “offside”, dan temanku Aziz menimpali “emang kau tahu offside”, aku jelaskan dong. Pertandingan itu cukup menegangkan, seperti tragedi beberapa menit sebelum aku pelajaran itu dimulai, karena Dinda dan Vita baru saja jambak-jambakan rambut. Mereka bertengkar soal Manggala, ya, mantan Dinda yang saat itu dekat dengan Vita. Entah, mungkin karena solidaritas, aku turut membentak Vita, dan mungkin itu bentakanku setelah bertahun-tahun aku menjadi manusia lembut, melas, dan baik hati wakakakaka. Sebuah kisah cinta kompleks masa SMP. Yang kalau dijelaskan akan amat-amat rumit. Apalagi soal Aziz, yang suka menggangguku, menggombali, tapi aku orang yang tak pernah hanyut dengan gombalannya. Dia saja tahu apa cita-citaku, apa yang aku sukai, namun sayang sekali tiga perempuan yang saling bersahabat di kelas ia embat. Koplak!
Yup, Siswi adalah sahabat Erma. Erma adalah teman yang tiap ramadan selalu menjadi teman yang ngumpet di bawah meja bersamaku untuk menghindari memimpin tadarus pagi. Meski karena kerap jadi pemimpin tadarus, kami jadi terkenal. Erma populer karena temannya banyak, aku populer karena itu juga, sepakbola juga, ya kehidupan masa SMP yang amat ceria. Kembali, Siswi pernah dekat dengan Aziz, Erma juga pernah, entah kenapa manusia bernama Aziz ini sok kegantengan, pinter sih. Waktu masuk NEM-nya paling tinggi, dan aku kedua dong. Keren kan aku wkwkwkw. Meski akhirnya, Aziz dekat dengan Putri, dan pacaran dalam waktu yang amat-amat lama. Putri cantik sih, dan menurutku karena ia kaya, ia tampak paling bersih, sedang aku ini suka dikata buluk dan melas kata Nisa. Hahaha memang aku tidak bisa cantik, aku juga heran. Dan si Siswi ini, kembali gaes, ia yang jadian dengan gebetanku, Afin. Mungkin orang yang membuatku jatuh cinta dan deg-deg-an mendalam itu Afin, tapi akhirnya entah dari mana Afin ini jadian dengan Siswi. Siswi teman SD-ku juga, gaes, ia terkenal karena bermasalah dengan arisan dan bawa sate banyak banget ke rumah saat masak bersama. Wakaka. Tapi kejamnya mereka ini pacaran ga nanggung-nanggung. Afin beli sepeda demi nganter Siswi pulang ke rumah dong, dan memang Siswi ini tetangga dusunku, jadi kalau pulang kami searah. Aku melihat pemandangan mereka bersepeda berdua dong. Dan memang nasib, sepedaku ini sudah buluk, rantainya bunyi, kalau pagi betul aku berangkat, jalanan sepi, mungkin suara rantaiku saja yang memecah jalanan. Bangsat. Haha.
Banyak dari kisah cintaku demikian, gaes. Sebut saja Nur, sahabat paling sahabat. Tetanggaku. Kami tidur, makan, bermain boneka yang sama. Sampai helat pernikahannya saja aku yang membaca Qur’an. Sangat akrab. Tapi pernah, ia jadian dengan Erik, sepupuku yang baru saja menikah itu. Kisah cinta masa SD ya gaes, jangan diambil hati, akhirnya demi menjauhiku kata gosip waktu itu, Erik jadian dengan Nur. Hahahaha.
Tapi seperti yang sudah-sudah aku orang yang baik hati, dan bahkan tidak punya tempat untuk berbagai luka dan kecewa. Orang boleh jadi kecewa padaku, tapi aku sangat tipis sekali untuk bisa kecewa balik. Justru karena saking baiknya aku mencoba untuk tidak mengecewakan, meskipun berlaku demikian berat. Menjadi orang yang sabar dan mengerti itu berat, nyet. Biar aku saja.
Alhasil, ya kami tetap berteman. Seperti saudaraku Lia yang pacaran dengan Bowo dan Puja padahal katanya ia mau mencomblangkanku. Satu kali gakpapa, dua kali? Ya gakpapa, padahal kami sekelas dan duduk bersisian, ia sms-an terus, ternyata sama gebetanku dong, yang actually pacarnya waktu itu. Aku bilang rapopo, ketika ia berterus terang, padahal ia masih santuy aja jodoh-jodohin aku hahaha. Ancen koplak koe, nyul. Ya, sama seperti waktu aku tetap bersahabat dengan Wahyu Aprilliany, mantan Afin lain setelah Siswi, yang kepergok ciuman dan berduaan di kelas 7D apa ya. Aku justru sahabatan dengan Wahyu. Nah sudah bodoh atau itu bagian dari pengertian? Wkwkwkwk. Aku kadang bilang bahwa aku anak ajaib dengan segudang kesabaran. Kenapa aku jadi curhat?
Padahal aku hanya ingin bercerita, aku memiliki perjalanan yang amat panjang bersama teman-teman. Banyak bangetiii teman, dan lebih dari yang aku katakan sebagai teman, secuil kehidupan mereka sudah diceritakan padaku. Hal terpenting ketika pertama kali bertemu denganku dari yang berteman sebentar, atau dalam waktu yang cukup lama. Aku ingat beberapa cuil kisah mereka, soal: makanan favorit mereka, masalah keluarga, pacar, gebetan, warna kesukaan, judul skripsi, idola, band favorit, cita-cita, kata-kata pacar mereka yang berkesan, dan masih banyak lagi. Hampir seperempat dari teman sekelas saat kuliah tahu rumah dan pernah berkunjung ke rumah. Begitu pula teman SD, SMP, kecuali teman SMA. Mereka tak tahu rumahku nan jauh ini, dulu. Meski rasanya sekarang dekat juga. Terlalu banyak teman, tapi sesuai inti tulisan ini, meski mereka pernah bersinggungan denganku baik dekat maupun sangat dekat, dan karena memang aku ini bantu-able, jadi banyak sekali hadiah waktu sidang, atau banyak janji temu pasca berpisah. Tetap saja, kita akan tetap terpisah, dipisah, berpisah.
Alasan terpisah, karena satu ruang itu bermasa, kuliah, SMP, SMA, begitulah. Dipisah karena kita tidak hanya berteman, tapi terus-terusan harus bertarung dengan nasib, kita bukan hanya berbeda prinsip, pemikiran, tapi secara ekonomi berbeda. Itu yang paling ngena dalam pergaulan, itu bukan rasa minder tapi bagiamana harus mengunjungi satu tempat yang sama, berpiknik bersama, sehingga seringnya aku hanya bertahan dengan manusia-manusia senasib. Meski tak menolak membantu, menjelaskan tugas-tugas ke anak hedon semasa kuliah, SMP, SMA, ya semuanya berjalan serupa. Dan nasib, pergaulan juga membutuhkan uang untuk mengaksesnya. Maka, mau seromantis apapun hubunganku dengan Shantika, misal, salah satu manusia yang amat menganggapku sahabat, tapi dia tidak mengerti bahwa membeli es krim satu gelas di McD bisa menghidupi satu keluarga di rumahku. Entah.
Suatu waktu aku pernah mengantongi uang berjuta-juta untuk mengakses pergaulan di kampus, hasilnya pengalaman dan segala yang termuat di CV. Aku bisa bersuara layaknya teman-teman IUP dengan UKT 30 juta per semester dengan setara. Tapi, akhir-akhir ini, ini seperti siklus hidup, perjalanan hidupku sejak dulu ialah perihal akses, di tengah sekitarku yang segalanya mengkota, satu ruang ini. Maka, tinggal menghitung hari, jika aku tak bisa meraih cita-citaku, membuka akses pendidikan ini, kita, lagi-lagi dunia yang sudah aku bangun dan sukai ini, selamat berpisah teman-teman baik. Bahkan orang yang aku sayangi, kita, dan seringnya akan berpisah sebelum kalian memahami bagaimana mana aku dan hidupku, sebaliknya, aku juga akan bilang bahwa semua berjalan amat cepat, dan aku belum sempat bertanya; kau serius? Waktu itu kau tak baca? Kenapa kau suka makanan itu ketimbang yang lain? Dan segala pertanyaan yang akan aku tandai sebagai identitas yang kucatat dalam memoriku. Segala pertanyaan untuk anak-anak, bukan pertanyaan receh orang dewasa. Ini hanya singkat saja, sampai jumpa manusia, untuk esok hari. Aku akan hidup untuk hari ini dan aku akan menikmati yang sedikit, sebentar ini.
— ini hanya curhatan, dan sejak SD aku sudah terbentuk menulis guratan yang acak-acakan begini, sesuatu yang tak pernah lenyap. Curhat di media sosial juga, terlalu menyimplifikasikan jika itu hanya pelarian dari dunia nyata, meski beririsan juga. Namun curhat itu belajar, jadi ikut konsisten memanfaatkan media. Hahahaha. ENTAH! MOLA! Aku sedang kesal wkwkw.